"Don't be afraid of change... you may lose something good, but you may gain something even better (ง •̀_•́)ง "

Kamis, 12 April 2012

MK Putuskan Pilkada Tebingtinggi Diulang


 
 (Mata Kuliah Strategi dan Tehnik Komunikasi Politik)


 OLEH:
Eva Yuliani Sihaloho            0816021003
Meidiana Fransisca               0816021007
Reni Elfina                             0816021051
Yunita Ardah R                    0816021013




JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011

Kasus :

            Pasangan calon walikota Tebingtinggi H M Syafri Chap dan Ir H Hafas Fadillah untuk sementara menang mutlak di lima kecamatan dalam perolehan suara sementara pada Pilkada secara langsung. Posisi kedua diraih pasangan nomor urut 1 Ir Umar Junaidi Hasibuan dan H Irham Taufik Umri SH MAP, posisi ketiga diraih pasangan nomor urut 5 Drs H Syaril Hafzein dan H Wangunadi SE, posisi ke empat diraih nomor urut 3 H Amril Harahap dan Ir Irwandi, sedangkan posisi kelima diraih no urut 2 Drs Adi Irianto dan Dr Sarabintang Saragih.

Namun ada berita yang cukup mengejutkan masyarakat, dan yang lebih terpukul dalam kabar buruk itu adalah pasangan H M Syafri Chap dan Ir H Hafas Fadillah yang telah menang mutlak di lima kecamatan. Pasalnya  Komisi Pemilihan Umum melakukan kesalahan fatal yang merugikan kandidat calon kepala daerah yang telah dinyatakan menang dalam pemilihan kepala daerah di Kota Tebingtinggi tersebut.
Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan dilaksanakannya pemungutan suara ulang pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kota Tebingtinggi. Pelaksanaan pemungutan suara ulang harus sudah digelar selambat-lambatnya enam bulan sejak putusan dibacakan.

            Mahkamah Konstitusi memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tebing Tinggi, untuk segera menyelenggarakan pemungutan suara ulang pada pemilihan kepala daerah di kota tebing tinggi Sumatera Utara, yang diikuti oleh seluruh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, kecuali pasangan calon nomor urut 4, yaitu Mohammad Syafri Chap dan Hafas Fadillah.

            Majelis menilai pasangan Mohammad Syafri Chap dan Hafas Fadillah, yang mendapat suara tertinggi berdasarkanperhitungan KPU Tebingtinggi, memiliki permasalahan di dalam administrasi, yaitu persyaratan pencalonannya tidak sah. Pasalnya, Syafri Chap pernah dijatuhi hukuman penjara dengan putusan yang sudah in cracht. Syafri divonis karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau lebih. Kejaksaan Negeri Tebingtinggi sudah mengeksekusi putusan itu, dan pada 11 November 2009 menjalani masa percobaan hingga 11 Mei 2011.

            Meski demikian, majelis hakim konstitusi menilai kesalahan itu bukan semata-mata dilakukan Syafri, sebab KPU Tebingtinggi telah menyatakan Syafri memenuhi semua syarat. Hakim menyatakan fakta hukum menunjukkan bahwa kesalahan tersebut telah dilakukan oleh KPU karena telah membuat formulir yang isinya, "tidak sedang menjalani pidana penjara" padahal seharusnya berisi, "tidak pernah dijatuhi pidana penjara". KPU Tebingtinggi telah nyata-nyata melakukan kesalahan dan bertindak tidak profesional yang merugikan Syafri-Hafas Fadillah. Meskipun begitu, karena secara materiil telah terjadi kesalahan sejak awal, maka MK menilai secara hukum tetap prosedur pemilihan tidak sah sejak awal.

            Fakta lain dari sidang yang di lakukan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu terdapatnya perpedaan pendapat diantara beberapa hakim. dari sembilan hakim MK, lima hakim menyetujui putusan tersebut Namun, empat hakim lainnya memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Keempat hakim itu ialah M Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, Maria Farida, dan Harjono. Alasan mengapa mereka menolak pemilihan ulang tersebut adalah mereka menganggap bahwa  Syafri sudah memenuhi seluruh tahapan pilkada. Pada waktu verifikasi administrasi dan faktual, sehingga tidak ada satu pun keberatan terkait pencalonan Syafri. Kecuali adanya surat permintaan klarifikasi dari sebuah LSM Brata Jaya Corruption Watch. Kesalahan sebenarnya terletak pada KPU Tebingtinggi, yang salah memberikan formulir yang isinya "tidak sedang menjalani pidana penjara.


ANALISIS

            Strategi komunikasi politik merupakan rencana yang meliputi metode, teknik dan tata fungsional antara unsure-unsur dan faktor-faktor dari proses komunikasi untuk kegiatan operasional dalam ranggka pencapaian tujuan dan sasaran. Melalui penerapan strategi komunikasio politik, rakyat dapat mengetahui apakah dukungan, aspirasi dan pengawasan itu tersalur atau tidak dalam berbagai kebijkan publik. Bagi pemerintah, strategi komunikasi politik berguna untuk proses pembuatan atau penerapan dan pemutusan aturan-aturan terhadap proses pilkada langsung di Indonesia. Penerapan strategi komunikasi politik di Indonesia pada pilkada secara langsung, perlu dikembangkan, terutama dalam rangka pertumbuhan sistem demokrasi. Caranya dengan meningkatkan kemampuan dan kemampuan masyarakat untuk mengungkapkan kepentingan dan aspirasinya, serta bagi kekuatan sosial-politik untuk menampung dan menyalurkan kebijakan-kebijakannya sehingga berkembang komunikasi timbal balik antara suprastruktur dan infrastruktur politik dalam mempersiapkan pilkada langsung yang berkualitas di Indonesia.
            Pencalonan adalah salah satu tahap paling penting dalam penyelenggaraan pilkada selain tahap pendaftaran pemilih, kampanye pasangan calon, pemberian suara dan penghitungan suara serta pengumuman hasil pilkada. Melalui tahap pencalonan, tidak hanya terjadi interaksi antara partai-partai dan para kandidat yang berminat menjadi kepala dan wakil kepala daerah, melainkan juga tarik-menarik dan tawar-tawar di antara partai-partai.
Dinamika politik pilkada terutama tampak pada tahap pencalonan karena terjadi kerjasama, kesepakatan dan akhirnya koalisi antar partai tentang pasangan kandidat yang diusulkan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
            Tidak jarang terjadi konflik internal di dalam satu partai apabila tidak ada kesepakatan antara pimpinan partai di tingkat pusat dan propinsi, antara pengurus tingkat propinsi dan pengurus tingkat kabupaten/kota, ataupun di antara sesama pengurus tingkat propinsi, kabupaten, dan kota. Seperti dikemukakan sebelumnya, mekanisme pencalonan pilkada yang diatur dalam UU No. 32/2004 dan PP No. 6 dan No. 17 tahun 2005, hanya mengenal satu jalur, yakni pencalonan melalui atau oleh partai politik dan atau gabungan partai politik.
            Melihat kasus diatas maka dapat di simpulakan bahwa kesalahan komunikasi yang terjadi di tubuh KPU (komisi pemilihan umum) cukup  fatal dan mengakibatkan kerugaian yang besar, baik itu bagi calon walikota maupun pihak KPU itu sendiri. Pihak KPU di tuntut bertanggung jawab atas kesalahan yang telah mereka lakukan. Yaitu dengan bertanggung jawab untuk melakukan pemilihan ulang di kota tebing tinggi. Bukan hanya itu hukuman yang akan di terima oleh pihak KPU, KPU kini telah di cap sebagai lembaga yang tidak becus dalam menjalankan tugasnya.
            Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut di tuntut untuk bergerak cepat dalam mempersiapkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tebingtinggi. Meskipun ada waktu selama enam bulan untuk menyelenggarakan Pilkada bermasalah itu. Maka Langkah pertama yang harus dilakukan pihak KPU antara lain adalah membentuk dewan kehormatan etik untuk KPU Tebingtinggi karena dinilai telah melanggar kode etik, baik dari sisi penyelenggara maupun penyelenggaraan. Dari aspek penyelenggara terkait diabaikannya supervisi yang diberikan KPU Sumut terkait tahap pencalonan Syafri Chap yang sjak awal dinilai bermasalah. Sedangkan dari aspek penyelenggaraan jelas bahwa dalam Putusan MK disebutkan KPU Tebingtinggi dinilai bersalah karena telah meloloskan calon yang bermasalah dengan persyaratan tidak pernah dihukum dengan ancaman lima tahun lebih.
Menyelesaikan persoalan Tebingtinggi, KPU Sumut memanggil KPU Tebingtinggi untuk membahas tindak lanjut putusan MK tersebut. Pihaknya akan meminta pemaparan kondisi terkait penyelenggaraan Pilkada Tebing Tinggi sejak awal hingga putusan di MK. Anggota Komisi A DPRD Sumatera Utara Tanah Manahan meminta KPU Sumut untuk segera menetapkan jadwal Pilkada Ulang. Dia menyesalkan pihak-pihak yang dengan gampang menetapkan Pilkada Ulang bagi beberapa daerah tanpa memberikan kapan jadwal Pilkada ulang dilakukan. Karena jika terlalu lama, justru dikhawatirkan akan terjadi gesekan-gesekan yang nantinya membawa konflik.
Contoh kasus Pilkada Kota Tebing Tinggi di atas. HM Syafri Chap berpasangan dengan H Hafaz Fadilah, memenangkan Pilkada secara telak dalam 1 (satu) putaran. Proses Pilkada yang berlangsung dengan damai , kondusif, serta tidak sepotong surat ataupun pengaduan dari pihak manapun sebelum Pilkada digelar, dan memenuhi seluruh peraturan KPU, digugat ke MK oleh calon yang kalah. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa KPU telah salah dalam menterjemahkan Undang-undang. Artinya, dengan Peraturan yang dibuat KPU Pusat , HM Syafri Chap jadi bisa memenuhi seluruh persyaratan sebagai Calon Kepala Daerah Dan dalam proses menjeput amanah kedaulatan rakyat lewat proses Pilkada, HM Syafri Chap memenangkannya. Namun, karena KPU Pusat telah salah menterjemahkan Undang-undang, HM Syafri Chap yang telah lolos dalam pencalonan, dan ditetapkan sebagai walikota terpilih, maka hasil kedaulatan rakyat yang diamanahkan itu harus dibatalkan. MK memerintahkan dilakukan Pemungutan Suara Ulang, dengan tidak mengikutkan HM Syafri Chap.
MK secara eksplisit menyebutkan dalam putusannya “maka sekiranya Pasangan Calon tersebut (HM Syafri Chap-Hafaz Fadilah-pen) tidak diikutsertakan, sudah pasti konfigurasi perolehan suara masing-masing Pasangan Calon akan berbeda, sehingga Mahkamah menilai bahwa alasan Pemohon a quo juga adalah sengketa hasil Pemilukada yang menjadi kompetensi Mahkamah.
Dalam kutipan putusan MK tersebut ada “kesan” menyiratkan “keberpihakan” kepada calon lain yang tidak menjadi pemenang Pilkada.
Dan Putusan MK yang memerintahkan Pemungutan suara ulang di Tebing Tinggi, sesungguhnya sebuah keputusan yang “luar biasa” didalam tubuh MK sediri. Pendapat Hakim MK terbelah. Antara yang konsisten melihat persoalan dari kewenangan MK yang diberikan Undang-undang versus dengan yang melihat persoalan dari aspek yang lain. 5 (lima) orang hakim MK membenarkan bahwa HM Syafri Chap tidak memenuhi persyaratan menjadi calon, serta 4 (empat) orang hakim MK menyatakan persoalan ini bukan ranah dan kewenangan MK.
Berdasarkan kasus diatas yang seharusnya dilakukan KPU harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan Komisi Pemiliha Umum yaitu sebagai berikut :

STRATEGI TAHAPAN SOSIALISASI DAN PENYAMPAIAN INFORMASI
Pasal 11
1.        Strategi pelaksanaan sosialisasi dan penyampaian informasi Pemilu Kepala  Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi :

a.    Strategi Tahap Satu : difokuskan pada “brand image building” KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
b. Strategi Tahap Dua : difokuskan pada sosialisasi dan pemberian  informasi kepada seluruh penyelenggara Pemilu sampai tingkat PPK, PPS/PPSLN dan KPPS/KPPSLN agar tercapai persepsi yang sama dalam memberikan sosialisasi dan informasi pemilu kepada seluruh masyarakat.
c. Strategi Tahap Tiga : difokuskan kepada semua kelompok sasaran  pemilih dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar tercapai target yang ditentukan sehingga tidak ada masyarakat yang tidak memilih karena tidak mendapatkan informasi.
d. Strategi Tahap Empat : memaksimalkan peran PPK dan PPS sebagai ujung tombak dalam melaksanakan sosialisasi pemilu sampai ke tingkat akar rumput.
e. Strategi Tahap Lima : difokuskan pada sosialisasi tata cara pemungutan dan penghitungan suara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2.        Strategi pelaksanaan sosialisasi dan penyampaian informasi Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bersifat :
a. Terpadu dan sistematis.
b. Menggunakan materi above dan below the line.
c. Penggalangan kemitraan.
d. Menjangkau seluruh kelompok sasaran khususnya masyarakat yang 
    memiliki hak pilih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar