Disini, disudut kota ini tak terdengar hiruk pikuk keramaian.. Semua
begitu hening, terdiam dari rasa letih dan sejenak merebahkan kepenatan
untuk esok yang kembali menyapa..
Namun, sedari tadi aku mencoba
memujuk jiwa yang rapuh agar terlelap hingga sang mentari menyapa,
Tetapi mata ini tidak jua terlena meski waktu menunjukkan bahwa kegelapan
itu akan berakhir...
Ingin rasanya aku melupakan sedetik saja beban di pundakku, membiarkan tubuhku melepaskan kebencian atas kisah yang ku alami..
Tetesan
air mata ini begitu sulit untuk terhenti, terus mengalir meski tak
seorangpun yang datang menawarkan sapuhan perhatian...
Engkau yang kini telah menemukan sandaran hati yang baru, tidak mungkin lagi membutuhkan rangkulan kasih sayangku..
Kau meninggalkan ku, kau pergi tanpa menyapa ku, dan kau hilang dari hadapanku tanpa berkata apa salahku...
Lalu untuk apa sair puisi yang kita tulis bersama diatas kemesraan cinta?
Lalu bagaimana dengan bait lagu yang pernah kita rangkai dengan penuh kasih sayang??
Dan lalu bagaimana pula dengan sumpah yang kita janjikan diatas kesetiaan??
Apakah ini dirimu yang sebenarnya.. Melupakan segala apa yang pernah terlontar..
Membiarkanku
sendiri melanjutkan sair yg tertunda, membiarkanku sendiri merangkai
lirik setengah jadi, serta membiarkanku mempertahankan sendirian sumpah
yang kau tinggalkan..
Kau pasti mengira aku akan terluka karena
kau telah mengabaikanku.., iya, kau benar.. Aku memang terluka, bahkan
aku tak mampu untuk menopang langkahku.. Apa kau senang dengan itu..
Tapi
itu dulu, tidak untuk sekarang. Kini aku mampu berkarya meski tanpa
sentuhan cinta mu, dan kau tak perlu khawatir tentang perasaanku..
Sekarang,
aku akan melupakan mu, aku akan menghapus seluruh perasaan ku untuk
dirimu. Jangan lagi mencoba hadir dihadapanku, karena rasaku telah
musnah untuk hatimu.
oleh Yunita Ardha Ritonga pada 23 Mei 2011 pukul 3:57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar