"Don't be afraid of change... you may lose something good, but you may gain something even better (ง •̀_•́)ง "

Sabtu, 18 Mei 2013

Luluskan Mahasiswa Inprosedural, Rektor Unila Harus Diperiksa

LAMPUNG - Terkait kebijakannya meluluskan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unila, Fajrian, secara inprosedural, Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Dr Ir Sugeng P Harianto MSc harus mempertanggungjawabkannya.

Direktur Komite Antikorupsi (KoAK) Lampung Muhammad Yunus mengatakan, kebijakan rektor yang meluluskan Fajrian meskipun belum menyelesaikan pembuatan skripsi adalah bentuk abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).

"Seperti apakah bentuk tanggungjawab yang akan dilakukan, ini harus dijelaskan rektor, karena kebijakan yang dibuat rektor telah menyalahi peraturan akademik yang berlaku di Unila. Peraturan akademik itu kan sudah bentuk kebijakan. Kenapa harus ada kebijakan lain yang dibuat," tukas Yunus, Rabu (15/5/2013).

Menurut dia, rektor harus menganulir ijazah dan mencabut gelar sarjana Fajrian. Sebab, proses untuk mendapatkan ijazah dan gelar tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku (inprosedural).



"Secara perspektif hukum perdata, ini sudah perbuatan melawan hukum. Inilah yang disebut ijazah asli tetapi palsu. Ijazahnya mungkin asli, tetapi penerbitannya tidak sesuai prosedur. Ada aturan yang dilanggar. Otomatis, ijazah itu batal dahulu," jelas Yunus.

Rektor pun harus memberikan pernyataan maaf secara terbuka kepada publik. Hal itu karena kebijakan rektor telah melanggar etika yang selama ini dijunjung perguruan tinggi.

"Secara etika, rektor harus membuat pernyataan maaf. Dunia akademik itu kan katanya penjaga moralitas bangsa. Kalau penjaga moralitas sudah berlaku demikian, apalagi yang bisa diharapkan," tutur Yunus.

Pihak internal Unila seharusnya sudah mulai melakukan penyelidikan. Hal itu untuk memastikan bentuk pelanggaran yang terjadi pada kasus tersebut.

"Kalau memang benar kasus tersebut, saya meyakini ada aturan administratif yang dilanggar. Dan, itu harus diberikan sanksi kalau terbukti bersalah. Bisa jadi bukan hanya satu orang. Karena, prosedur pengurusan ijazah kan tidak hanya diurusi satu orang. Walaupun yang menandatangani ijazah adalah rektor," urai Yunus.

KoAK pun akan meminta pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan terhadap persoalan tersebut. Yunus menerangkan, indikasi pidana terhadap kasus ijazah Fajrian sebenarnya ada.

"Itu kan ada penyalahgunaan wewenang. Siapa yang diuntungkan? Kalau ada yang diuntungkan, itu bisa jadi korupsi. Tetapi, kalau korupsi kan ada kerugian negara atau gratifikasi. Tugas polisi untuk melakukan penyelidikan," terang Yunus.

KoAK berjanji akan mengadvokasi terhadap persoalan tersebut. Namun, KoAK akan terlebih dahulu melakukan investigasi untuk mengumpulkan alat bukti.

"Kami akan mempelajari apakah ada aturan-aturan yang dilanggar dan sifatnya seperti apa. Indikasi apa saja yang muncul dari pelanggaran-pelanggaran yang terjadi," ucap Yunus. Apabila ditemukan pelanggaran, Yunus mengungkapkan, KoAK akan menyampaikan hasil investigasi tersebut kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti. Sehingga, penyelesaian kasus tersebut dapat tuntas.

"Kalau memang ada unsur pidana, kami akan sampaikan laporan kepada polisi. Kami juga akan sampaikan laporan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata Yunus.

Mengenai pernyataan Sugeng yang mengakui memberikan kebijakan untuk membantu Fajrian supaya lulus, Yunus mengatakan, hal tersebut telah membuktikan pelanggaran terhadap peraturan akademik.

"Kalau rektor punya kebijakan sewenang-wenang untuk membantu meluluskan mahasiswa, apa gunanya peraturan akademik. Semua institusi kan ada aturan, tidak bisa sewenang-wenang," papar Yunus.

Sebelumnya, Rektor Unila Sugeng P Hariyanto mengaku telah memberikan kebijakan untuk membantu Fajrian, setelah ditemui mahasiswa Ilmu Komunikasi tersebut. Sugeng pun mengabulkan permintaan Fajrian supaya dapat diluluskan.

"Tetapi, saya menyesalkan, bahwa Fajrian sudah dibantu tetapi tidak mengumpulkan skripsi," ujar Sugeng, Selasa (14/5/2013).

Indikasi skripsi bermasalah di Unila terkuak setelah Tribun Lampung menelusuri beredarnya dua versi buku lulusan Unila yang mengikuti prosesi wisuda pada 14 Desember 2011. Pada buku versi pertama, jumlah mahasiswa FISIP yang tercatat sebanyak 62 orang.

Sementara pada buku versi kedua, jumlah mahasiswa FISIP tercantum 63 orang. Satu mahasiswa tambahan yang ada di buku lulusan tersebut atas nama Fajrian dengan nomor ijazah 03155/38.6.S1/2011. Berbeda dengan 62 mahasiswa lain yang memiliki tahun lulus ada 2011, tahun lulus Fajrian tertulis 2008.

Humas Rektorat Unila Jeffry mengatakan, Fajrian baru mengikuti mengikuti wisuda dan mendapatkan ijazah pada 2011, meskipun melaksanakan ujian skripsi pada 2008, karena alasan kesibukan. Walaupun rektorat menyatakan lulus, skripsi Fajrian sebagai syarat kelulusan ternyata tidak ditemukan di Perpustakaan Unila.
 
Minta TerbukaSementara, anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang membidangi pendidikan, Ahmad Jajuli meminta pihak Rektorat Universitas Lampung (Unila) bersikap terbuka.

Pihak rektorat harus memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait persoalan tersebut. Hal tersebut merupakan bentuk transparansi perguruan tinggi sebagai lembaga publik.

"Jika memang terindikasi demikian, masyarakat harus dimudahkan apabila ingin mengakses informasi tersebut. Masyarakat tentu mampu menilai atas persoalan yang terjadi," ungkap Jajuli.

Sebagai jaring aspirasi masyarakat, Jajuli mengatakan, DPD dapat menyampaikan persoalan tersebut kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemenndikbud). DPD pun dapat meminta Kemendikbud untuk melakukan penyelidikan terhadap persoalan tersebut.

"Tetapi, kami perlu mendapatkan pengaduan terlebih dahulu dari masyarakat. Di tingkat awal, masyarakat bisa meminta penjelasan kepada pihak Unila. Sebab, Kemendikbud juga tidak akan mengambil langkah apapun kecuali ada masyarakat yang dirugikan," papar Jajuli.

Direktur Komite Antikorupsi (KoAK) Lampung Muhammad Yunus mengungkapkan, KoAK siap memberikan laporan kepada DPD dan Kemendikbud supaya ada tindakan penyelesaian terhadap kasus penerbitan ijazah tidak melalui prosedur tersebut.

"Kalau memang DPD membutuhkan laporan masyarakat, kami akan memberikan laporan. Tentu, setelah kami melakukan investigasi terlebih dahulu," ucap Yunus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar