"Don't be afraid of change... you may lose something good, but you may gain something even better (ง •̀_•́)ง "

Sabtu, 05 Mei 2012

Kebijakan dan Analisis Kebijakan

Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai pernyataan-pernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis[1]. Pengertian ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah mengenai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan pernyataan tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan lain-lain. Dengan demikian siapapun dapat terkait dalam suatu kebijakan.

James E. Anderson memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu[2].
Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa kebijakan dapat berasal dari seorang pelaku atau sekelompok pelaku yang berisi serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu. Kebijakan ini diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku dalam rangka memecahkan suatu masalah tertentu.


James E. Anderson secara lebih jelas menyatakan bahwa yang dimaksud kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Pengertian ini, menurutnya, berimplikasi: (1)bahwa kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2)bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah, (3)bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, (4)bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, (5)bahwa kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif)[3]. Dalam pengertian ini, James E. Anderson menyatakan bahwa kebijakan selalu terkait dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Pernyataan bahwa kebijakan terkait dengan pemerintah tidak hanya disampaikan oleh James E. Anderson. George C. Edwards III dan Ira Sharkansky mengemukakan pengertian kebijakan sebagai apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan itu dapat berupa sasaran atau tujuan dari program-program pemerintah. Penetapan kebijakan tersebut dapat secara jelas diwujudkan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam pidato-pidato pejabat teras pemerintah serta program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah[4].
Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Thomas R. Dye. Ia menyatakan bahwa kebijakan merupakan apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan[5].

Dalam mendudukkan pengertian kebijakan, James Anderson mencontohkan penggunaan istilah kebijakan seperti dalam kalimat “Kebijakan Ekonomi Amerika”, “Kebijakan Minyak Arab Saudi”, atau “Kebijakan Pertanian Eropa Barat”. Menurutnya, istilah kebijakan dapat juga digunakan untuk istilah yang lebih spesifik dalam arti tidak hanya dilekatkan untuk penggunaan dalam lingkup makro (baca: negara). Contoh yang dikemukakan James E. Anderson seperti pada penggunaan dalam kalimat “Kebijakan Kota Chicago dalam Polusi di Danau Michigan dari Milwaukee, Wisconsin”[6].

Pengertian lain mengenai kebijakan dikemukakan oleh M. Irfan Islamy. Ia memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat[7].

Kebijakan yang dikemukakan oleh Irfan Islamy ini mencakup tindakan-tindakan yang ditetapkan pemerintah. Kebijakan ini tidak cukup hanya ditetapkan tetapi dilaksanakan dalam bentuk nyata. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut juga harus dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu. Terakhir, pengertian Irfan Islamy meniscayakan adanya kepentingan bagi seluruh masyarakat yang harus dipenuhi oleh suatu kebijakan dari pemerintah.

James Anderson menyatakan adanya keharusan untuk membedakan antara apa yang ingin dilaksanakan pemerintah dengan apa yang sebenarnya mereka lakukan di lapangan. Hal ini menjadi penting karena kebijakan bukan hanya sebuah keputusan sederhana untuk memutuskan sesuatu dalam suatu momen tertentu, namun kebijakan harus dilihat sebagai sebuah proses[8]. Untuk itulah pengertian kebijakan sebagai suatu arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes)[9].

Tuntutan-tuntutan kebijakan adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Keputusan kebijakan dipengertiankan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Sedangkan pernyataan-pernyataan kebijakan adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Hasil-hasil kebijakan lebih merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Adapun dampak-dampak kebijakan lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat.

  1. 1.    Tahap-tahap Kebijakan
Dalam pembuatan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilewati agar suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kebijakan yang dimunculkan sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu melewati beberapa tahap penting. Tahap-tahap penting tersebut sangat diperlukan sebagai upaya melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah keputusan. Tahap-tahap dalam kebijakan tersebut yaitu:
  1. Penyusunan agenda
Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas[10]. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi.
Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing[11]. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat.
  1. Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan[12].
  1. Adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut[13]. Tahap ini sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi[14]. Masalah yang telah dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.
  1. Implementasi kebijakan
Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.
  1. Evaluasi kebijakan
Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi, untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah atau tidak. Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang diinginkan[15].
Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah atau dihilangkan sama sekali[16].
  1. 2.   Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara sistematis disusun dalam rangka mengetahui substansi dari kebijakan agar dapat diketahui secara jelas informasi mengenai masalah-masalah yang dijawab oleh kebijakan dan masalah-masalah yang mungkin timbul sebagai akibat dari penerapan kebijakan. Ruang lingkup dan metode analisis kebijakan umumnya bersifat deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu kebijakan[17].
Penelitian kebijakan sedapat mungkin melihat berbagai aspek dari kebijakan agar dapat menghasilkan informasi yang lengkap. Informasi mengenai masalah-masalah yang dijawab oleh kebijakan serta masalah-masalah yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan menjadi fokus dari analisis kebijakan.
Sudarwan Danim menyatakan bahwa proses penelitian kebijakan pada hakikatnya merupakan penelitian yang dimaksudkan guna melahirkan rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam rangka pemecahan masalah sosial. Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk mendukung kebijakan[18]. Sudarwan Danim secara jelas menyatakan hasil yang ingin dicapai dari penelitian kebijakan yaitu menghasilkan rekomendasi yang mungkin diperlukan pembuat kebijakan dalam rangka pemberian solusi terhadap masalah-masalah sosial. Selain itu, penelitian kebijakan perlu dipahami sebagai bentuk dukungan kepada kebijakan itu sendiri.
Rekomendasi yang dihasilkan dari proses penelitian kebijakan dapat berupa dukungan penuh terhadap kebijakan, kritik dan saran mengenai bagian mana dari kebijakan yang perlu diperbaiki, atau dapat juga berupa rekomendasi agar kebijakan tidak lagi diterapkan.
Karakteristik dari penelitian kebijakan secara terperinci dijelaskan oleh Allen D. Putt dan J. Fred Springer. Mereka menyatakan bahwa penelitian kebijakan dicirikan sebagai penelitian yang terfokus pada manusia, plural, multi-perspektif, sistematis, berhubungan dengan keputusan, dan kreatif[19].
Penelitian mengenai kebijakan berkaitan erat dengan manusia dan permasalahannya. Hasil yang ingin dicapai dari penelitian kebijakan yaitu mengenai informasi yang diformulasikan dalam bentuk rekomendasi dalam rangka pemecahan masalah yang terkait dengan kebijakan. Karakteristik plural dari penelitian kebijakan berasal dari hubungan penelitian dengan manusia. Penelitian kebijakan tidak dapat dipisahkan dari konflik nilai dan kepentingan terdapat dari interaksi manusia.
Karakteristik yang plural meniscayakan adanya pendekatan penelitian yang juga plural, dalam arti multi-perspektif. Informasi yang diformulasikan dalam bentuk rekomendasi sebagai hasil yang ingin dicapai oleh penelitian kebijakan mengharuskan adanya pendekatan yang menyeluruh sehingga informasi yang dihasilkan juga dapat berupa rekomendasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Sebagai sebuah penelitian, penelitian kebijakan harus secara sistematis disusun berdasarkan prosedur penelitian sebagai upaya untuk memperoleh informasi terkait dengan kebijakan.
Penelitian kebijakan selalu terkait dengan keputusan. Keputusan yang dihasilkan berasal dari rekomendasi yang disampaikan. Keputusan dapat berupa keputusan untuk tetap melanjutkan kebijakan, keputusan untuk memperbaiki kebijakan atau keputusan untuk menghapus atau tidak melanjutkan kebijakan.
Informasi yang berkaitan dengan kebijakan berupa masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia, yaitu: definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi dan evaluasi[20]. Masing-masing dari informasi kebijakan berkaitan dengan prosedur kebijakan.
Analisis kebijakan dapat dilaksanakan dengan beberapa bentuk. Menurut Dunn terdapat tiga bentuk analisis kebijakan, yaitu:
  1. analisis kebijakan prospektif
analisis kebijakan prospektif adalah analisis kebijakan yang mengarahkan kajiannya pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan sebelum suatu kebijakan diterapkan. Model ini dapat disebut sebagai model prediktif.
  1. analisis kebijakan retrospektif
analisis kebijakan retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat-akibat kebijakan setelah suatu kebijakan diimplementasikan. Model ini biasanya disebut sebagai model evaluatif.
  1. analisis kebijakan integratif
analisis kebijakan integratif adalah bentuk perpaduan antara analisis kebijakan prospektif dan analisis kebijakan retrospektif[21].
Bentuk analisis kebijakan prospektif memiliki kelemahan karena hanya berkutat pada analisis kebijakan yang mengarahkan perhatian pada konsekuensi kebijakan sebelum kebijakan diterapkan. Pun dengan bentuk analisis kebijakan retrospektif yang hanya memfokuskan kajiannya pada konsekuensi kebijakan setelah kebijakan diterapkan. Maka analisis kebijakan seharusnya menggunakan bentuk kebijakan integratif, yaitu dengan memadukan antara analisis kebijakan prospektif dan analisis kebijakan retrospektif.
Pada umumnya, analisis kebijakan memfokuskan kajiannya pada tiga hal. Ketiga fokus tersebut merupakan pijakan yang dipedomani dalam melakukan analisis kebijakan. Tiga fokus tersebut, yaitu:
  1. Definisi masalah sosial
  2. Implementasi kebijakan
  3. Akibat-akibat kebijakan[22]
Dengan memfokuskan kajian pada ketiga hal diatas, proses analisis kebijakan akan berusaha mendefinisikan secara jelas permasalahan yang akan menjadi fokus kajian untuk ditanggulangi oleh kebijakan. Setelah masalah yang menjadi fokus kajian analisis kebijakan ditentukan, analisis kebijakan bertugas menentukan kebijakan yang sesuai dengan masalah sehingga masalah dapat dipecahkan dengan baik.
Kebijakan yang telah ditetapkan dan diimplementasikan tentu menghasilkan konsekuensi dalam bentuk akibat-akibat. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa akibat positif dan atau akibat negatif. Untuk itulah, analisis kebijakan mengupayakan upaya prediktif dengan meramalkan akibat yang dapat ditimbulkan sebelum kebijakan diimplementasikan dan atau sesudah kebijakan diimplementasikan.
Dengan demikian, analisis kebijakan selalu berkaitan dengan hal-hal sebelum dan sesudah kebijakan ditetapkan dan diimplementasikan. Analisis kebijakan berusaha memberikan definisi yang jelas mengenai kedudukan suatu masalah kebijakan, prediksi yang berkaitan dengan kebijakan, rekomendasi atau preskripsi yang mungkin dapat bermanfaat bagi kebijakan, deskripsi atau pemantauan terhadap kebijakan, dan evaluasi mengenai kebijakan. Semuanya berjalan sebagai proses yang runtut dan sistematis dalam rangka mendukung kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi masalah.

[1]AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (Oxford: Oxford University Press, 1995), cet. ke-5, h. 893.
[2]James E. Anderson, Public Policy Making, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1984), cet. ke-3, h. 3.
[3]James, Public Policy Making, h. 3-5.
[4]George C. Edwards III dan Ira Sharkansky, The Policy Predicament: Making and Implementing Public Policy, (San Francisco: W.H. Freeman and Company, 1978), h.2.
[5]Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (New Jersey: Pearson Education Inc., 2005), h. 1.
[6]James E. Anderson, dkk., Public Policy and Politics in America, (California: Brooks/Cole Publishing Company, 1984), cet. ke-2, h. 3.
[7]M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), cet. ke-3, h. 20.
[8]James, dkk., Public Policy and Politics in America, h. 3.
[9]James E. Anderson, Public Policy Making: An Introduction, (Boston: Houghton Mifflin Company: 1994), cet. ke-II, h. 6-8. Lihat juga Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Presindo, 2007), h. 19-21.
[10]Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action Orientation, (Boston: Wadsworth, 2009), h. 50-52.
[11]Winarno, Kebijakan Publik…, h. 33.
[12]Winarno, Kebijakan Publik…, h. 34.
[13]Winarno, Kebijakan Publik…, h. 34.
[14]Robert, Public Administration…, h. 53.
[15]Winarno, Kebijakan Publik…, h. 34.
[16]Robert, Public Administration…, h. 55.
[17]William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000), cet. ke-IV, h. 95-97.
[18]Sudarwan Danim, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), cet. ke-III, h. 20-23.
[19]Allen D. Putt dan J. Fred Springer, Policy Research; Concepts, Methods, and Application, (New Jersey: Prentice Hall, 1989), h. 19-24.
[20]Dunn, Pengantar Analisis, …, h. 17-21.
[21]Dunn, Pengantar Analisis…, h. 117-124.
[22]Ismail Nawawi, Public Policy; Analisis, Strategi, Advokasi, Teori, dan Praktek, (Surabaya: PMN, 2009), h. 45-46. Lihat juga Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, (Bandung: CV. Alfabeta, 2005), h. 87.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar