Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kata policy diartikan
sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan,
yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai politik,
dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai pernyataan-pernyataan
mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis[1].
Pengertian ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah
mengenai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan
pernyataan tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai
politik, dan lain-lain. Dengan demikian siapapun dapat terkait dalam
suatu kebijakan.
James E. Anderson memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan
oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu[2].
Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa kebijakan dapat berasal
dari seorang pelaku atau sekelompok pelaku yang berisi serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu. Kebijakan ini diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku dalam rangka
memecahkan suatu masalah tertentu.
James E. Anderson secara lebih jelas menyatakan bahwa yang dimaksud
kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan
pejabat-pejabat pemerintah. Pengertian ini, menurutnya, berimplikasi:
(1)bahwa kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan
tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2)bahwa kebijakan itu berisi
tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah,
(3)bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, (4)bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti
merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah
tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, (5)bahwa kebijakan, dalam arti
positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat
memaksa (otoritatif)[3].
Dalam pengertian ini, James E. Anderson menyatakan bahwa kebijakan
selalu terkait dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh
pemerintah.
Pernyataan bahwa kebijakan terkait dengan pemerintah tidak hanya
disampaikan oleh James E. Anderson. George C. Edwards III dan Ira
Sharkansky mengemukakan pengertian kebijakan sebagai apa yang dinyatakan
dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan itu dapat
berupa sasaran atau tujuan dari program-program pemerintah. Penetapan
kebijakan tersebut dapat secara jelas diwujudkan dalam
peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam pidato-pidato pejabat
teras pemerintah serta program-program dan tindakan-tindakan yang
dilakukan pemerintah[4].
Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Thomas R. Dye. Ia menyatakan
bahwa kebijakan merupakan apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan[5].
Dalam mendudukkan pengertian kebijakan, James Anderson mencontohkan penggunaan istilah kebijakan
seperti dalam kalimat “Kebijakan Ekonomi Amerika”, “Kebijakan Minyak
Arab Saudi”, atau “Kebijakan Pertanian Eropa Barat”. Menurutnya, istilah
kebijakan dapat juga digunakan untuk istilah yang lebih
spesifik dalam arti tidak hanya dilekatkan untuk penggunaan dalam
lingkup makro (baca: negara). Contoh yang dikemukakan James E. Anderson
seperti pada penggunaan dalam kalimat “Kebijakan Kota Chicago dalam
Polusi di Danau Michigan dari Milwaukee, Wisconsin”[6].
Pengertian lain mengenai kebijakan dikemukakan oleh M. Irfan Islamy.
Ia memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi
kepentingan seluruh masyarakat[7].
Kebijakan yang dikemukakan oleh Irfan Islamy ini mencakup
tindakan-tindakan yang ditetapkan pemerintah. Kebijakan ini tidak cukup
hanya ditetapkan tetapi dilaksanakan dalam bentuk nyata. Kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah tersebut juga harus dilandasi dengan maksud
dan tujuan tertentu. Terakhir, pengertian Irfan Islamy meniscayakan
adanya kepentingan bagi seluruh masyarakat yang harus dipenuhi oleh
suatu kebijakan dari pemerintah.
James Anderson menyatakan adanya keharusan untuk membedakan antara
apa yang ingin dilaksanakan pemerintah dengan apa yang sebenarnya mereka
lakukan di lapangan. Hal ini menjadi penting karena kebijakan bukan
hanya sebuah keputusan sederhana untuk memutuskan sesuatu dalam suatu
momen tertentu, namun kebijakan harus dilihat sebagai sebuah proses[8].
Untuk itulah pengertian kebijakan sebagai suatu arah tindakan dapat
dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa
kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan
kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes)[9].
Tuntutan-tuntutan kebijakan adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh
aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat
pemerintah dalam suatu sistem politik. Keputusan kebijakan
dipengertiankan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh
pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan
substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Sedangkan
pernyataan-pernyataan kebijakan adalah pernyataan-pernyataan resmi atau
artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Hasil-hasil kebijakan lebih
merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan, yaitu hal-hal yang
sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan
pernyataan-pernyataan kebijakan. Adapun dampak-dampak kebijakan lebih
merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau
tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan
pemerintah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memecahkan
masalah demi kepentingan masyarakat.
- 1. Tahap-tahap Kebijakan
Dalam pembuatan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilewati
agar suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik.
Kebijakan yang dimunculkan sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu
melewati beberapa tahap penting. Tahap-tahap penting tersebut sangat
diperlukan sebagai upaya melahirkan kebijakan yang baik dan dapat
diterima sebagai sebuah keputusan. Tahap-tahap dalam kebijakan tersebut
yaitu:
- Penyusunan agenda
Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan
perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana
saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas[10]. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi.
Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk
dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan,
masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh
sama sekali. Masing-masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan
dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing[11].
Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara
jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi
tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan
masalah kebijakan yang tepat.
- Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari berbagai
masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang merupakan masalah
yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan[12].
- Adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan
diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan
sebagai solusi atas permasalahan tersebut[13]. Tahap ini sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi[14].
Masalah yang telah dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi
pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.
- Implementasi kebijakan
Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut
kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali
menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara
terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai
faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak
serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan
keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang
dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.
- Evaluasi kebijakan
Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi,
untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan
masalah atau tidak. Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang
menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang
diinginkan[15].
Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari
kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan
terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah
atau dihilangkan sama sekali[16].
- 2. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara
sistematis disusun dalam rangka mengetahui substansi dari kebijakan agar
dapat diketahui secara jelas informasi mengenai masalah-masalah yang
dijawab oleh kebijakan dan masalah-masalah yang mungkin timbul sebagai
akibat dari penerapan kebijakan. Ruang lingkup dan metode analisis
kebijakan umumnya bersifat deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab
dan akibat-akibat suatu kebijakan[17].
Penelitian kebijakan sedapat mungkin melihat berbagai aspek dari
kebijakan agar dapat menghasilkan informasi yang lengkap. Informasi
mengenai masalah-masalah yang dijawab oleh kebijakan serta
masalah-masalah yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan menjadi fokus
dari analisis kebijakan.
Sudarwan Danim menyatakan bahwa proses penelitian kebijakan pada
hakikatnya merupakan penelitian yang dimaksudkan guna melahirkan
rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam rangka pemecahan masalah
sosial. Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk mendukung kebijakan[18].
Sudarwan Danim secara jelas menyatakan hasil yang ingin dicapai dari
penelitian kebijakan yaitu menghasilkan rekomendasi yang mungkin
diperlukan pembuat kebijakan dalam rangka pemberian solusi terhadap
masalah-masalah sosial. Selain itu, penelitian kebijakan perlu dipahami
sebagai bentuk dukungan kepada kebijakan itu sendiri.
Rekomendasi yang dihasilkan dari proses penelitian kebijakan dapat
berupa dukungan penuh terhadap kebijakan, kritik dan saran mengenai
bagian mana dari kebijakan yang perlu diperbaiki, atau dapat juga berupa
rekomendasi agar kebijakan tidak lagi diterapkan.
Karakteristik dari penelitian kebijakan secara terperinci dijelaskan
oleh Allen D. Putt dan J. Fred Springer. Mereka menyatakan bahwa
penelitian kebijakan dicirikan sebagai penelitian yang terfokus pada
manusia, plural, multi-perspektif, sistematis, berhubungan dengan
keputusan, dan kreatif[19].
Penelitian mengenai kebijakan berkaitan erat dengan manusia dan
permasalahannya. Hasil yang ingin dicapai dari penelitian kebijakan
yaitu mengenai informasi yang diformulasikan dalam bentuk rekomendasi
dalam rangka pemecahan masalah yang terkait dengan kebijakan. Karakteristik plural dari penelitian kebijakan berasal dari hubungan
penelitian dengan manusia. Penelitian kebijakan tidak dapat dipisahkan
dari konflik nilai dan kepentingan terdapat dari interaksi manusia.
Karakteristik yang plural meniscayakan adanya pendekatan penelitian
yang juga plural, dalam arti multi-perspektif. Informasi yang
diformulasikan dalam bentuk rekomendasi sebagai hasil yang ingin dicapai
oleh penelitian kebijakan mengharuskan adanya pendekatan yang
menyeluruh sehingga informasi yang dihasilkan juga dapat berupa
rekomendasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Sebagai sebuah penelitian, penelitian kebijakan harus secara
sistematis disusun berdasarkan prosedur penelitian sebagai upaya untuk
memperoleh informasi terkait dengan kebijakan.
Penelitian kebijakan selalu terkait dengan keputusan. Keputusan yang
dihasilkan berasal dari rekomendasi yang disampaikan. Keputusan dapat
berupa keputusan untuk tetap melanjutkan kebijakan, keputusan untuk
memperbaiki kebijakan atau keputusan untuk menghapus atau tidak
melanjutkan kebijakan.
Informasi yang berkaitan dengan kebijakan berupa masalah kebijakan,
masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja
kebijakan. Analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang
lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia, yaitu: definisi,
prediksi, preskripsi, deskripsi dan evaluasi[20]. Masing-masing dari informasi kebijakan berkaitan dengan prosedur kebijakan.
Analisis kebijakan dapat dilaksanakan dengan beberapa bentuk. Menurut Dunn terdapat tiga bentuk analisis kebijakan, yaitu:
- analisis kebijakan prospektif
analisis kebijakan prospektif adalah analisis kebijakan yang
mengarahkan kajiannya pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan sebelum
suatu kebijakan diterapkan. Model ini dapat disebut sebagai model
prediktif.
- analisis kebijakan retrospektif
analisis kebijakan retrospektif adalah analisis kebijakan yang
dilakukan terhadap akibat-akibat kebijakan setelah suatu kebijakan
diimplementasikan. Model ini biasanya disebut sebagai model evaluatif.
- analisis kebijakan integratif
analisis kebijakan integratif adalah bentuk perpaduan antara analisis kebijakan prospektif dan analisis kebijakan retrospektif[21].
Bentuk analisis kebijakan prospektif memiliki kelemahan karena hanya
berkutat pada analisis kebijakan yang mengarahkan perhatian pada
konsekuensi kebijakan sebelum kebijakan diterapkan. Pun dengan bentuk
analisis kebijakan retrospektif yang hanya memfokuskan kajiannya pada
konsekuensi kebijakan setelah kebijakan diterapkan. Maka analisis
kebijakan seharusnya menggunakan bentuk kebijakan integratif, yaitu
dengan memadukan antara analisis kebijakan prospektif dan analisis
kebijakan retrospektif.
Pada umumnya, analisis kebijakan memfokuskan kajiannya pada tiga hal.
Ketiga fokus tersebut merupakan pijakan yang dipedomani dalam melakukan
analisis kebijakan. Tiga fokus tersebut, yaitu:
- Definisi masalah sosial
- Implementasi kebijakan
- Akibat-akibat kebijakan[22]
Dengan memfokuskan kajian pada ketiga hal diatas, proses analisis
kebijakan akan berusaha mendefinisikan secara jelas permasalahan yang
akan menjadi fokus kajian untuk ditanggulangi oleh kebijakan. Setelah
masalah yang menjadi fokus kajian analisis kebijakan ditentukan,
analisis kebijakan bertugas menentukan kebijakan yang sesuai dengan
masalah sehingga masalah dapat dipecahkan dengan baik.
Kebijakan yang telah ditetapkan dan diimplementasikan tentu
menghasilkan konsekuensi dalam bentuk akibat-akibat. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa akibat positif dan atau akibat negatif. Untuk
itulah, analisis kebijakan mengupayakan upaya prediktif dengan
meramalkan akibat yang dapat ditimbulkan sebelum kebijakan
diimplementasikan dan atau sesudah kebijakan diimplementasikan.
Dengan demikian, analisis kebijakan selalu berkaitan dengan hal-hal
sebelum dan sesudah kebijakan ditetapkan dan diimplementasikan. Analisis
kebijakan berusaha memberikan definisi yang jelas mengenai kedudukan
suatu masalah kebijakan, prediksi yang berkaitan dengan kebijakan,
rekomendasi atau preskripsi yang mungkin dapat bermanfaat bagi
kebijakan, deskripsi atau pemantauan terhadap kebijakan, dan evaluasi
mengenai kebijakan. Semuanya berjalan sebagai proses yang runtut dan
sistematis dalam rangka mendukung kebijakan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah.
[1]AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (Oxford: Oxford University Press, 1995), cet. ke-5, h. 893.
[2]James E. Anderson, Public Policy Making, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1984), cet. ke-3, h. 3.
[3]James, Public Policy Making, h. 3-5.
[4]George C. Edwards III dan Ira Sharkansky, The Policy Predicament: Making and Implementing Public Policy, (San Francisco: W.H. Freeman and Company, 1978), h.2.
[5]Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (New Jersey: Pearson Education Inc., 2005), h. 1.
[6]James E. Anderson, dkk., Public Policy and Politics in America, (California: Brooks/Cole Publishing Company, 1984), cet. ke-2, h. 3.
[7]M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), cet. ke-3, h. 20.
[8]James, dkk., Public Policy and Politics in America, h. 3.
[9]James E. Anderson, Public Policy Making: An Introduction, (Boston: Houghton Mifflin Company: 1994), cet. ke-II, h. 6-8. Lihat juga Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Presindo, 2007), h. 19-21.
[10]Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action Orientation, (Boston: Wadsworth, 2009), h. 50-52.
[11]Winarno, Kebijakan Publik…, h. 33.
[12]Winarno, Kebijakan Publik…, h. 34.
[13]Winarno, Kebijakan Publik…, h. 34.
[14]Robert, Public Administration…, h. 53.
[15]Winarno, Kebijakan Publik…, h. 34.
[16]Robert, Public Administration…, h. 55.
[17]William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000), cet. ke-IV, h. 95-97.
[18]Sudarwan Danim, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), cet. ke-III, h. 20-23.
[19]Allen D. Putt dan J. Fred Springer, Policy Research; Concepts, Methods, and Application, (New Jersey: Prentice Hall, 1989), h. 19-24.
[20]Dunn, Pengantar Analisis, …, h. 17-21.
[21]Dunn, Pengantar Analisis…, h. 117-124.
[22]Ismail Nawawi, Public Policy; Analisis, Strategi, Advokasi, Teori, dan Praktek, (Surabaya: PMN, 2009), h. 45-46. Lihat juga Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, (Bandung: CV. Alfabeta, 2005), h. 87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar