El
Clasico (bahasa Inggris: The Classic; juga dikenal sebagai El Derbi
Espanyol atau El Classic) adalah sebutan yang diberikan untuk setiap
pertandingan sepak bola antara FC Barcelona dan Real Madrid. Sengaja
penulis menggunakan judul El Clasico untuk melihat konfilk antara KPK
dan Polri ini dalam perspektif yang sedikit beda.
Selama
ini konflik antara KPK dan Polri selalu diidentikkan dengan
penggambaran Cicak VS Buaya. Pada periode konfrontasi yang pertama
dulu, Cicak dan Buaya merupakan timbunan rasa ketidak kepuasan serta
rasa ketidak percayaan terhadap lembaga penegakan hukum di Indonesia
yakni Kejaksaan dan Kepolisian yang dipersonifikasi
sebagai buaya sedangkan pihak yang berlawanan menyebut dirinya
sebagai cicak, kedua personifikasi ini diciptakan oleh Susno Duadji,
Komjen Pol, Kabareskrim Mabes Polri ketika diwawancarai oleh majalah
Tempo tercetak pada edisi 20/XXXVIII 06 Juli 2009 dengan mengatakan
bahwa …..cicak kok mau melawan buaya….., untuk menggambarkan antara KPK
dan Polri.
Dari
awal perseteruan tersebut maka setiap ada gesekan antara KPK dan Polri
maka selalu muncul ungkapan Cicak VS Buaya. Maka tak aneh kalau babak
baru perseteruan antara KPK VS Polri yang teranyar ini pun disebut
sebagai Cicak VS Buaya Jilid II. Terlepas dari perseteruan terkini yang
makin panas dan makin tidak terduga, sebenarnya kedua instusi penegak
hukum ini mempunyai ikatan yang sangat kuat, mengingat mayoritas
penyidik yang ada di KPK adalah anggota Polri yang di tugaskan membantu
KPK. Jadi bahan bakar utama penggerak KPK sekarang ini adalah penyidik
KPK yang notabene sebagai anggota Polri. Pada titik ini nampak sekali
bahwa tingkat ketergantungan KPK pada institusi Polri sangat tinggi,
sehingga kalau ada letupan konflik pasti menimbulkan efek yang sangat
besar.
Pada
perseteruan Jilid I antara KPK VS Polri, relatif tidak menyentuh pada
tataran penyidik KPK, sehingga letupanya tidak sampai melibatkan semua
bagian dalam kedua institusi tersebut. Beda dengan perseteruan Jilid
yang pertama, maka perseteruan kali ini benar-benar dalam skala masif
melibatkan semua unsur dalam institusi KPK dan Polri. Ada peberapa
faktor yang merupakan pemicu pertarungan ini makin keras, yaitu:
penetapan tersangka Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dalam kasus
Simulator SIM; penarikan atau rotasi penyidik KPK oleh Polri; penetapan
penyidik KPK yang masih jadi anggota Polri menjadi pegawai tetap KPK;
dan penetapan tersangka terhadap penyidik KPK Kompol Novel Baswedan.
Kita
coba urai sedikit satu persatu yang menjadi “bahan bakar” sehingga
konflik antar institusi penegak hukum ini menjadi makin
membara. Pertama, penetapan tersangka Inspektur Jenderal Polisi Djoko
Susilo dalam kasus Simulator SIM, sebenarya tidak ada yang istimewa
dengan penetapan ini. Pada tahun 2008 KPK malah pernah menetapkan
sebagai tersangkaJenderal Pol Rusdiharjo (mantan Kapolri), dalam kasus
pungutan liar pembuatan visa di Kedutaan Besar Republik Indonesia di
Malaysia.
Penetapan
Djoko Susilo sebagai tersangka terasa istimewa karena the rising
star ini merupakan perwira tinggi Polri yang masih aktif dan mempunyai
posisi yang strategis. Belum lagi masalah misteri Surat Keputusan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan logo resmi Mabes Polri
tertera tanda tangan Kapolri Jenderal Timur Pradopo selaku pengguna
anggaran. Surat bernomor Kep/193/IV/2011 bertanggal 8 April 2011 berisi
dua poin: mempertimbangkan dan menetapkan. Ada 11 poin yang tercantum
dalam bagian ‘mempertimbangkan’. Ini mengindikasikan bahwa pengadaan
simulator SIM ini merupakan program resmi Mabes Polri.
Dalam
Surat Keputusan Kapolri tersebut, ada hal yang sangat menarik untuk
dicermati, sebelum Kapolri membubuhkan tandatangannya, ada enam pejabat
Mabes Polri yang sudah meneken parafnya, menegaskan bahwa lelang dan
penetapan pemenang lelang dalam surat itu sudah sesuai prosedur. Keenam
pejabat itu adalah: Kepala Korlantas kala itu, Irjen Djoko Susilo selaku
konseptor. Ada juga tanda tangan Kepala Sekretariat Umum (Kasetum)
Polri yang dijabat Komisaris Besar Suprayitno; Asisten Bidang Sarana dan
Prasarana (Assarpras) Kapolri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam; Asisten
Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Asrena) Kapolri, Irjen Pol
Pudjianto; Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komjen Pol Fajar
Prihantoro dan Wakil Kepala Polri, Komjen Nanan Sukarna. (26/9/2012) -
Surabaya Post.
Kedua,
masalah penarikan atau rotasi penyidik KPK oleh Polri. Penarikan atau
rotasi penyidikan KPK oleh Polri sebenarnya juga merupakan sesuatu yang
selama ini sudah rutin berjalan. Penarikan ini menjadi sesuatu yang
istimewa ketika bebarengan dengan penetapan tersangka Inspektur Jenderal
Polisi Djoko Susilo dalam kasus Simulator SIM. Entah sebuah kebetulan
semata atau memang ada sebuah upaya pelemahan, karena konon beberapa
penyidik yang ditarik itu menangani kasus simulator SIM.
Ketiga,
masalah penetapan penyidik KPK yang masih jadi anggota Polri menjadi
pegawai tetap KPK. Diberitakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
resmi menetapkan 28 penyidik dari unsur kepolisian sebagai pegawai tetap
di lembaga antikorupsi itu. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyatakan,
pengangkatan 28 penyidik tersebut telah tertuang dalam surat ketetapan
(SK) yang ditandatangani langsung pimpinan KPK. Lembaga ad hoc itu juga
telah melayangkan surat pemberitahuan kepada Mabes Polri terkait
pengangkatan 28 penyidik tersebut menjadi pegawai KPK. Pemberitahuan
tersebut sebagai bagian koordinasi kedua lembaga.
Sementara
menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Boy
Rafli Amar saat jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (4/10). Jenderal
bintang dua ini pun kembali mengingatkan para penyidik terkait etika
sebagai anggota Polri. Penyidik terlebih dahulu harus kembali ke Mabes
Polri dan melaporkan kepulangan mereka secara resmi. Setelah itu, para
penyidik juga harus memberikan laporan tertulis selama mereka
diperbantukan di KPK. Setelah menjalankan kewajiban tersebut, kata Boy,
mereka bisa mengajukan surat pengunduran diri pada Kapolri Jenderal
Timur Pradopo. Prosedur pengunduran diri ini disesuaikan juga dengan
Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan Nomor 8 tahun 1974,
tentang Pokok Kepegawaian.
Keempat,
masalah penetapan tersangka terhadap penyidik KPK Kompol Novel
Baswedan. Diberitakan bahwa penetapan Kompol Novel Baswedan yang diikuti
oleh upaya penangkapan tersangka oleh anggota Polri, berhasil
digagalkan oleh pemimpin KPK. Konon Polda Bengkulu mengaitkan Kompol
Novel dengan pelanggaran Pasal 351 ayat 3 KUHP, yakni penganiayaan yang
mengakibatkan kematian. Seorang tahanan yang mendekam di wilayah
yuridiksi Polda Bengkulu meninggal akibat ditembak. Kasus ini dikatakan
terjadi pada 2004. Saat itu, Kompol Novel menjabat sebagai Kasat Serse
Polda Bengkulu.
Sementara
itu Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto dalam keterangan persnya Sabtu
(6/10) menegaskan bahwa KPK tetap akan melindungi penyidiknya, Kompol
Novel Baswedan. Bambang menuding balik kalau penetapan tersangka
sekaligus upaya penjemputan paksa itu merupakan sebuah upaya
kriminalisasi terhadap penyidik KPK. Kalau melihat situasi terakhir
semalam, persoalan Kompol Novel akan berbuntut panjang. Sesama aparat
penegak hukum dengan alasan untuk menegakkan hukum sama-sama berseteru.
Itulah
keempat masalah yang selama ini menjadi “bahan bakar” persteruan antara
KPK VS Polri. Pada konteks inilah, bagaimana pun antara KPK dan Polri
lebih banyak kesamaannya dibandingkan perbedaannya, karena sama-sama
merupakan institusi penegak hukum. Untuk sedikit mengurangi aura
ketegangan dan suhu perseteruan maka alangkah baiknya kedua pucuk
pimpinan ini sedikit menurunkan ego masing-masing untuk dapat bertemu
dan menemukan berbagai solusi konkret.
Upaya
pemberantasan korupsi bukan sekedar urusan nyali yang besar dan modal
kenekadan, namun upaya pemberantasan korupsi juga menyangkut strategi,
ilmu, SDM dan tentu harus mempunyai napas panjang. Perang melawan
korupsi lebih identik dengan lari maraton, dibanding lari sprint.
Bagaimanapun antar lembaga penegak hukum tersebut harus menjalin sebuah
komunikasi yang lebih intensif. KPK berdasar UU mempunyai kewenangan
untuk mengkordinasi dan mensupervisi dengan institusi Polri dan
Kejaksaan.
http://hukum.kompasiana.com/2012/10/06/el-clasico-kpk-vs-polri/
Ayo semua dukung KPK dalam upaya memberantas korupsi di tubuh Polri, please kunjungan baliknya! -KPK vs Polri
BalasHapusKPK dan Polri pantas kita dukung....
BalasHapus