"KISAH DUA PUTRI PRESIDEN SBY"
Kisah
ini bermula pada tahun 1968, saat seorang anak tentara bernama
Susilo Bambang Yudhoyono, yang akrab dipanggil Sus oleh teman dan
keluarganya, lulus SMA Negeri Pacitan Jawa Timur. Sus yang sekarang
lebih akrab dipanggil SBY kemudian melanjutkan kuliah di salah satu
universitas negeri di kota Surabaya.
Di
Surabaya inilah SBY menimba ilmu, dan sebagaimana remaja umumnya,
banyak berkenalan dengan berbagai wanita. Di antaranya para wanita
terdapat seorang wanita berdarah campuran Jawa-Philipina yang bernama
Ida, mereka memadu kasih dan berikrar sehidup semati.
Pada
tahun itu pula mereka melangsungkan pernikahan dengan Ida disebuah
kantor catatan sipil di jakarta. Akibat pernikahannya itu kuliahnya
pun mulai terganggu dan berantakan, apalagi saat itu SBY belum
memperoleh penghasilan tetap. Kemudia hadirlah dua puteri dari
perkawinan tersebut, yaitu Adinda dan Devi. Beban hidup pun semakin
terasa beratnya. Kemudian mereka pindah ke Malang, SBY kuliah di
pendidikan guru SLP (PGSLP).
Masuk Akabri meninggalkan anak dan Istri.
Pada
tahun 1970 SBY mencoba peruntungan dengan niat, akan memperbaiki
masa depannya dengan melamar menjadi kadet Akabri sekaligus
melanjutkan cita-cita masa kecilnya dan memenuhi harapan ayahnya.
Namun apa daya, salah satu persyaratan adalah pelamar tidak boleh
beristri (harus masih lajang). SBY pun meminta pengertian istrinya
dan memohon keihklasannya untuk "menyembunyikan status perkawinannya
agar diterima di Akabri.
SBY
diterima di Akabri dan segera menjadi perhatian pada pendidik. Di
samping tampan, SBY ternyata juga cerdas dan pandai mengambil hati .
Tak disangka Gubernur Akabri (Letjen TNI Sarwo Edi Wibowo. Alm) pun
terpukau dengan kecerdasan dan ketampanannya. Tak jarang SBY dan
kawan-kawannya bertandang dan melapor kerumah sang jenderal.
SBY pun segera melupakan istri dan dua anaknya ketika salah satu putri sang jenderal menarik perhatiannya.
Apalagi
SBY segera mendapat lampu hijau dan direstui untuk berpacaran dengan
putri sang jenderal yang bernama Christiani yang akrab disapa Ani.
SBY menikah dengan Ani.
Selesai pendidikan AKABRI pada tahun 1973, SBY tercatat sebagai lulusan terbaik dengan pangkat Letnan Dua.
Pada
tahun 1974 SBY bertunangan dengan Ani yang dianggap sebagai "jalan
tuhan" yang harus dia tempuh kalau karir militernya mau lancar dan
bersinar.
Pada
tahun 1976 SBY pun menikah dengan Ani dengan status bujangan. Entah
apa yang waktu itu sehingga istri dan kedua anaknya seolah dianggap
tidak pernah ada. Sampai-sampai ketika anak-anak itu membutuhkan
tunjangan juga tidak pernah dimasukkan dalam daftar tanggungan
keluarga.
Beberapa
tahun kemudian pada saat SBY dan Ani sudah dikarunia seorang anak
laki-laki bernama Agus Hari Murti, SBY berterus terang kepada Ani bahwa
sebelumnya dia sudah pernah menikah dan sudah punya 2 orang anak.
Bagai
mendengar petir di siang bolong Ani kaget, marah, panik dan
frustasi. Rumah tangga goyah gonjang ganjing terancam bubar.
Namun
pihak keluarga segera turun tangan demi menyelamatkan karir dan
rumah tangga dan nama besar keluarga, SBY diancam agar menceraikan
istri pertama. SBY pun segera menceraikan Idan dan berjanji untuk
bertanggung jawab untuk kehidupannya beserta kedua anaknya. Namun
untuk mendapat santunan hidup sebagai jaminan masa depan itu Ida
harus bersedia menerima kesepakatan bahwa mereka tidak akan menuntut,
status sebagai mantan istri dan anak-anak kandung SBY sampai
kapanpun.
Ida
kemudian menikah dengan WNA Jerman dan bermukim di Jerman, Dinda dan
Devi tetap di Indonesia bersama keluarga ibunya yang tinggal di
Jakarta.
Sementara
itu, sebagai tentara cerdas sekaligus menantu seorang jenderal,
karir SBY pun semakin bersinar. Masalah rumah tangga terlewati sudah,
kebahagiaan rumah tangganya dengan Ani bahkan semakin bertambah
dengan hadirnya anak laki-laki yang diberi nama Edhi Baskoro.
Kekecewaan Adinda dan Devi
Pada
tahun 1990 sewaktu SBY menjabat Kepala Staff Territorial TNI, Adinda
memohon kepada SBY agar sebagai ayah bersedia menjadi wali nikahnya.
Adinda akan dipersunting seorang pria bernama Danang. Putra dari Ir.
H. Lukman Hakim, mantan Kepala Divisi Produksi Pertamina. SBY pun
tak keberatan, bahkan pernikahan dilangsungkan di rumah dinas SBY di
Cilangkap secara sederhana.
Namun
kebahagiaan Adinda mendadak sirna ketika SBY ternyata tetap tidak
mau mengakui sebagai anak. Kepada para tetamu SBY mengaku bahwa
Adinda adalah keponakannya. Adinda sangat terluka. Devi sang adik
juga sangat sedih karena sia-sia.
Meski
terikat janji sang ibunda bahwa mereka tidak akan menuntut status,
namun tentulah anak-anak ingin mendapatkan kasih sayang ayahnya,
apalagi dihari pernikahannya. Mengapa sang ayah begitu tega
mengumumkan mereka sebagai keponakannya?
Adinda
dan Devi pun akhirnya sadar, mereka bukan siapa-siapa, mereka
bersedih tak berdaya, namun hati nurani selalu bertanya, bukankah
mereka juga anak yang sah. Mereka juga berhak mendapatkan perlakuan
sebagaimana layaknya. Akhirnya pada saat nama mereka tidak muncul di
riwayat hidup pada saat sang ayah mencalonkan diri sebagai Capres
2004, dan pada saat arsip kedinasan dan kenegaraan juga tak pernah
mencantumkan nama mereka, mereka harus bisa menerima. Namun pada saat
hak mereka sebagai anak tidak didapatkan sebagaimana mestinya mereka
bertanya kembali. Apalagi semua harta ayahnya dikuasai atas nama ibu
tirinya, ibu Ani, mereka akhirnya tidak bisa menerima kenyataan ini.
Adinda menggugat ayahnya
Janji
untuk menjamin masa depan sebagai komitmen keluarga pasca perceraian
ibunya, juga jarang mereka dapatkan. Akibatnya Adinda memberanikan
diri menggugat ayahnya secara perdata dengan menyewa pengacara dalam
pembagian harta gono gini. Di pengadilan, Adinda memenangkan
perkara dan memperoleh dua rumah di Pondok Indah dan menteng Jakarta
pusat, kedua rumah tersebut tidak mereka tempati dan dikontrakkan
saja.
Saat
ini Adinda hidup sebagai orang biasa yang jauh dari publitas media,
tinggal bersama suami dan anak-anakya dikawasan Jagakarsa, Jakarta
Selatan. Adinda adalah alumni Universitas Trisakti dan bekerja sebagai
konsultan pada sebuah perusahaan pertambangan. Suaminya Danang Bin Ir
H. Lukman Hakim, bekerja di Kementrian Pertahanan sebagai Kepala
Litbang. Mereka hidup rukun dan banyak dibimbing oleh pamannya Dr.
Sofyan Sauri (adik dari Lukman Hakim). Sedangkan adiknya Devi tinggal
di Amerika Serikat namun tidak banyak diketahui aktifitasnya dan
kehidupannya saat ini.
JANJI ANI KEPADA ADINDA
Pada
saat SBY membutuhkan dukungan pencitraan menjelang Pilpres 2004 dan
2009 ibu Ani sering kali menghubungi via telepon Adinda dan ibunya di
Jerman, agar tidak usah mengungkap dan meributkan status mereka di
dalam keluarga SBY Ani sangat kawatir jika masalah itu bisa
mempengaruhi popularitas dan citra SBY, lebih -lebih saat menghadapi
Pilpres.
Ibu
Ani menjanjikan bahwa status mereka akan diselesaikan dan diungkap
setelah SBY tidak lagi menjabat sebagai presiden. Mereka secara resmi
dicantumkan dalam daftar keluarga SBY. saat ini mereka harus bersabar
dan belum dicantumkan sebagai anak kandung dalam daftar keluarga
secara resmi.
TUTUP KASUS ITU, BERAPA PUN BIAYANYA
SBY
sangat sensitif dalam menanggapi setiap berita ataupun pernyataan
dari beberapa sumber yang mengungkit masalah ini. Terhadap siapapun
yang mempersoalkan hal tersebut. SBY langsung menugaskan Tim dan para
intelnya untuk membungkam.
Masyarakat
mungkin sudah lupa dengan pernyataan anggota DPR-RI Zainal Maarif
yang sudah melaporkan kasus pernikahan SBY tersebut. Setelah didekati
Zainal Maarif belakangan mencabut laporan dan meminta maaf. Dan aneh
dia bahkan diangkat menjadi kader Partai Demokrat dan mendapat
fasilitas signifikan.
Demikian
juga Jenderal TNI (Purn) R.Hartono yang pernah mengungkap masalah
pernikahan tersebut, ditaklukkannya dengan pendekatan-pendekatan
material finansial dan ancaman pengungkapan rahasianya. Tim SBY juga
sudah tak terhitung berapa kali melakukan operasi media dengan
membungkam media massa dengan dana yang sangat besar.
Dibalik
potret keluarga idel Kepala Negara ternyata tersimpan kisah
penghianatan cinta. Kebohongan yang dilakukan bukan hanya dilakukan
terhadap keluarga, tetapi terhadap seluruh Rakyat, Korps TNI, Bangsa
dan Negara. Namun pengungkapan kebohongan dan penghianatan ini selalu
harus berhadapan dengan kekuasaan, sebagian besar berhasil disumpal
dengan uang dan kuasa, selebihnya tiarap karena juga akan diungkap
balik rahasia dan kejahatannya.
"Setelah
Drama Century dan Nazaruddin, akankah sepenggal kisah keluarga ini
juga akan menjadi pelajaran bagi rakyat Indonesia? Ataukah hanya akan
menjadi hiburan ala sinetron di tengah kesulitan hidup rakyat jelata?
"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar