"Don't be afraid of change... you may lose something good, but you may gain something even better (ง •̀_•́)ง "

Jumat, 20 Juni 2014

Melacak Tim Mawar


mawar1
Ke manakah para perwira yang dulu terlibat dalam penculikan aktivis?
Apakah mereka masih memiliki karier militer setelah menjadi terpidana?
Apakah mereka masih terkait dengan gerakan politik mantan komandan mereka, Prabowo Subianto?

KONTROVERSI tentang Tim Mawar seakan tidak pernah lekang. Nama tim dari Kopassus yang melakukan penculikan para aktivis tahun 1997-1998 ini kembali mencuat terutama karena dikaitkan dengan sosok Prabowo Subianto, mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus yang kini menjadi calon kuat dalam pemilihan presiden RI. Prabowo adalah garis depan dan pusat dari kontroversi ini. Lawan-lawan politiknya menuduh bahwa dialah yang memerintahkan penculikan itu. Namun, Prabowo dan apparatchicks-nya di Partai Gerindra, dengan keras membantah hal tersebut. Mereka berusaha membangun ‘narasi’ bahwa mantan menantu Suharto itu tidak bersalah karena dia hanya menjalankan perintah atasannya.

Menariknya, di sisi lain, komandan tim penculik yang menjadi tersangka, mengaku di depan sidang pengadilan bahwa penculikan itu adalah inisiatif pribadinya. Komandan itu, Mayor Inf. Bambang Kristiono, dihukum 22 bulan penjara dan dipecat dari dinas militer. Bambang Kristiono juga mengaku bahwa timnya hanya menculik sembilan aktivis dan semua aktivis itu sudah dibebaskan. Ada tiga belas orang aktivis lain yang hilang sampai saat ini. Baik Prabowo Subianto maupun Tim Mawar, menolak bertanggung jawab atas nasib ketiga belas orang yang hilang ini. Cerita yang berkembang, ada ‘tim’ lain yang ikut menculik. Hingga saat ini, tidak ada kejelasan soal tiga belas yang hilang tersebut.

Dukungan Kritis


hope 
KEPADA para pendukung Jokowi, ada dua jebakan berbahaya yang perlu dihindari. Pertama, keyakinan bahwa Jokowi akan menjadi juru selamat dalam mengatasi kerusakan berat yang menimpa Indonesia saat ini. Keyakinan ini bukan hanya ilusi, tapi sudah menjadi delusi, karena sebaik apapun, Jokowi tidak mungkin bisa mengatasi sendirian masalah ini. Bahkan tuhan pun pasti gagal, karena pertama-tama tak ada yang percaya bahwa itu tuhan, dan kemungkinan besar ia akan segera didemo dan dipersekusi karena berani mengaku-aku tuhan.
Intinya, singkirkan jauh-jauh keyakinan bahwa Jokowi adalah sang juru selamat yang dijanjikan datang setiap 100 tahun sekali. Ia mesti kita tempatkan sebagai politisi seperti yang lainnya, yang seluruh kebijakan-kebijakannya nanti akan sangat tergantung pada kondisi-kondisi struktural dimana ia berkiprah. Kondisi struktural itu menyangkut peta koalisi elit (partai politik, birokrasi sipil, dan militer) yang sangat bercirikan bagi-bagi kekuasaan (power sharing), konteks ekonomi neoliberalisme yang begitu mencengkeram perekonomian Indonesia saat ini, serta peta kekuatan gerakan rakyat. Di sini kita bisa berkaca pada kasus SBY, atau lebih mendekati adalah kasus presiden AS Barack Obama, yang mengusung slogan ‘politik harapan/the politic of hope’ yang terbukti memang hanya semata harapan.